Asal-usul atau identitas Syaikh
Abdul Hamid menurut itu ada tiga versi :
Versi pertama beliau berasal
dari Yogyakarta. Pada masa perang Diponegoro atau perang Jawa, pasukan
belanda banyak menawan para aktifis berpengaruh yang dikecam membahayakan
pemerintahanya termasuk Pangeran Diponegoro. Syaikh Abdul Hamid yang waktu itu masih
menjabat sebagai prajurit perang melarikan diri bersama Syaikh Abu Mansur dari
tawanan perang. Kedua prajurit tersebut mengamankan diri ke daerah Wonosobo
tepatnya di Dusun Candi, Desa Ngadisalam. Baru setelah itu atas permintaan Gelondong
dari dusun Temon untuk tinggal di Karangsambo.
Versi kedua menurut
sesepuh Desa Karangsambo setempat, Syaikh Abdul Hamid berdarah asli
Karangsambo yang merupakan tedak turun dari Mbah Bewo bin Jenggleng (Limbangan)
bin Dawong.
Adapun versi yang ketiga
keterangan dari Mbah Zain Putih, bahwa Syaikh Abdul Hamid merupakan putra
dari Mbah Anshor bin Marhamah.
Menimba Ilmu Dan Mendapat Wasiat
Setelah
dirasa aman dari perburuan kebengisan tentara kolonial belanda, kemudian ia
mulai fokus dengan menimba ilmu pengetahuan agama. Beliau mondok alias merguru
dengan Syaikh Murtaqo Krakal, Kelurahan Karangluhur, Kecamatan Kertek,
Wonosobo. (untuk lamanya belum diketahui).
Menurut sebagian keterangan bahwa Syaikh
Murtaqo ialah kakak kandung Mbah Marhamah yakni ayah dari Kyai Asmoro Sufi
(dari desa Bendasari) yang memiliki istri bernama Nyai Kuning, yang merupakan
Putri dari Ki Ageng Selomanik dari Kaliwiro (bupati Kota Wonosobo pertama).
Suatu hari Syaikh Murtaqo
menyampaikan wasiatnya kepada murid-muridnya, yang isinya ialah, “Akan muncul
ulama’ yang dijuluki umbul-umbul wareng artinya seorang Kyai yang
mengalih bahasakan kitab-kitab arab ke dalam bahasa jawa”. (yang dimaksud ialah
Syaikh Kyai Ahmad Rifa’i).
Setelah Syaikh Murtaqo wafat Kyai
Abdul Hamid melanjutkan ngajinya di pondok pesantren Lasem, kabupaten Rembang,
Jawa Tengah yang di ampu oleh Syaikh Abdurrahman.
Berkat ketekunanya dalam menggeluti
dunia ilmu dan didukung kecerdasan akal, beliau diberikan ke’aliman, Apalagi
dalam fan ilmu hadits beliau sangat
membidangi. Dalam mengkaji ilmu hadits beliau tidak sekedar faham
namun juga menghafalkan, beliau sampai hafal 12.000 hadits. Karena
kemasyhuranya mampu hafal sekian ribu hadits, akhirnya beliau mendapat nama laqob
atau julukan “Mbah Hadits” (adapun menurut sebagian
keterangan yang memberi gelar tersebut ialah Syaikh Rifa’i).
Kemudian setelah tamat mondok di
Lasem dan pulang ternyata wasiat yang dahulu disampaikan oleh gurunya itu
memang terjadi. Yaitu telah mendapat kabar bahwa ada seorang ulama’ (umbul-umbul
wareng) yang berkediaman di Kalisalak, Batang dan mempunyai karangan kitab
berbahasa jawa (kitab tarajummah). Ulama’ tersebut bernama Syaikh Ahmad
Rifa’i. Dan setelah bertemu denganya kemudian Syaikh Abdul Hamid taslim dan
merguru denganya. Wal-hasil Syaikh Kyai Ahmad Rifa’i merupakan guru yang ketiga
Syaikh Abdul Hamid.
Syaikh
Abdul Hamid
Mbah Hasan Busyro
Mbah Munisah
Mbah Muningkar
Mbah
Hasan Busyro
Mbah Risdan
Mbah Dahlan
Mbah Burhan
Mbah H. Hasbulloh
Sumber : Kh. Afif Afadhol Karang Sambo.
Penelusur Sejarah : Tim Al-Ishlah ‘1440. Ponpes Tanbiihul
Ghoofiliin.
0 Comments