Asal-Usul Syaikh Hasan Thoyyib
Syaikh Hasan Toyyib lahir di Desa Kalibening, Mojotengah, Wonosobo. Usia beliau mencapai 100 tahun dan memiliki dua orang putra.
Beliau termasuk prajurit dari pasukan perang Pangeran Diponegoro, dan di Dusun Kalibening ada seorang teman dekat Pangeran Diponegoro, namanya Mbah Barokah yang akrab dengan panggilan Mbah Beruk. Pada masa itu pasukan kolonial Belanda bermarkas di sebelah Desa Kalianget, Wonosobo. Sedangkan pasukan Pangeran Diponegoro bermarkas di Desa Kalibening tepatnya di pasholatan Kalileler.
Sekilas tentang penyerbuan pasukan Pangeran Diponegoro, pada saat itu markas Belanda dijaga oleh seorang pribumi yang dipekerjakan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Namun sebagai bagian dari strategi, ia anya berpura-pura bekerja kepada pemerintah Kolonial Belanda. Sehingga pada waktu pasukan Pangeran Diponegoro akan menyerbu markas tersebut, ia memberi tahu cara agar pasukan pribumi bisa lolos dan ia bisa masuk markas penjajah, yaitu dengan cara mengikat si penjaga itu supaya supaya ia tidak dicurigai oleh pihak Belanda.
Sebelum berguru kepada Syaikh Rifa’i, Mbah Hasan Toyyib pernah berguru juga kepada Syaikh Murtaqo Krakal, Kertek yang termasuk guru yang ‘alim adil di daerah Wonosobo. Semasa mengenyam pendidikan di Krakal, Kertek pernah menerima wasiat dari gurunya bahwasanya akan muncul kyai yang dijuluki umbul-umbul wareng (maksudnya kyai yang akan menerjemahkan kitab-kitab arab kedalam bahasa jawa) yang berkediaman di sebelah Gunung Perahu. Bahkan dalam isi wasiat tersebut seandainya Kyai Murtaqo menjumpai akan munculnya Kyai umbul-umbul wareng, beliau akan taslim.
Berguru Kepada Syaikh Rifa’i
Dari sekian banyak santri Syaikh Murtaqo, ada dua santri yang pertama kali mencari kyai umbul-umbul wareng sampai benar-benar berhasil dan berguru kepadanya, yaitu Amad ‘Arfani (Mbah Abdul Aziz) dan Amad Kardi (Mbah Abu Hasan).
Setelah kedua santri tersebut pulang ke daerah asal, lalu Mbah Hasan Thoyyib pergi ke Kalisalak dengan maksud menimba ilmu disana (kepada Kyai umbul-umbul wareng/ Syaikh Rifa’i). Beliau mondok di Kalisalak dalam waktu yang singkat, yaitu sekitar 3 bulan. Karena melihat usianya pada waktu itu yang sudah sepuh.
Setelah beliau pulang ke Kalibening, beliau mendirikan pesantren dalam rangka untuk berdakwah menyebarluaskan ajaran Syaikh Rifa’i. Setelah Syaikh Hasan Thoyyib wafat, perjuanganya dilanjutkan oleh Mbah Abu Darda’.
Mendirikan Pesantren
Sebagaimana lazimnya ulama terdahulu, Syaikh Hasan Thoyyib berdakwah dengan mendirikan pesantren yang di kemudian hari dikenal dengan nama Pesantren Hasan Toyyib.
Santri pertama Syaikh Hasan Thoyyib yaitu Mbah Ky. Ilyas dari Batok, Temanggung, Mbah Ky. Sajari dari Dalangan, Kertek, Mbah Ky. Khoirun Bakalan, Sapuran.
Syaikh Hasan Thoyyib juga mengadakan pengajian di masjid yang diikuti oleh warga setempat dan warga dari daerah lain.
Karomah
Dahulu di Dusun Kalibening ada seorang putri dari kerajaan yang bernama Dewi Kencana. Pada suatu ketika putri tersebut disuruh untuk membantu urusan rumah tangga oleh seorang Tumenggung dari derah Garung. Singkat cerita, setelah berjalan beberapa lama si putri tersebut digoda dan diganggu oleh Tumenggung tadi, berita tersebut sampai kepada Mbah Hasan Thoyyib dan masyarakat Kalibening yang menjadikan merekan marah besar.
Selanjutnya pada suatu malam Mbah Hasan Thoyyib dan beberapa masyarakat menggrebek Tumenggung tersebut karena perbuatan Tumenggung tersebut dianggap melanggar norma agama. Alhasil tanpa disadari oleh Tumenggung, tiba-tiba Mbah Hasan Thoyyib sudah ada didalam rumahnya tanpa lewat pintu. Tumenggung itu pun kaget dan tidak mampu menguasai keadaan. Dengan memanfaatkan kesempatan tersebut, Mbah Hasan Thayyib kemudian memenggal leher sang Tumenggung.
Pagi harinya pasukan Belanda mengetahui kejadian itu dan mereka sangat marah. Pasukan Belanda mau membalas dendam dengan mengadakan serangan ke Dusun Kalibening. Namun setelah pasukan sampai di lokasi tujuan, mereka semua tidak bisa memasuki desa Kalibening seperti biasanya dan didepanya hanya tampak kuburan. Akhirnya pasukan Belanda marah dan menembak tempat disekitar itu untuk melampiaskan kekecewaanya. Ternyata hanya mengenai bambu-bambu yang ada di Kalibening.
Peninggalan
Diantara peninggalan Syaikh Hasan Thoyyib yaitu beberapa kitab Tarajummah dan kitab Al-Qur’an asli tulisan tangan Syaikh Hasan Thoyyib, takaran mud zakat terbuat dari tempurung kelapa (batok), tongkat, bedhug, dan juga pesantren.
Gambar 6a : Kitab Al-Qur’an kuno
Tulisan tangan Syaikh Hasan Thoyyib
Gambar 6b : Tongkat Khutbah buatan
Syaikh Hasan Thoyyib sampai saat ini
Gambar 6c : Bedhug zaman Syaikh
Hasan Thoyyib, Sekarang masih ada
Silsilah Dzuriyyah Syaikh Hasan Thoyyib
Syaih Hasan Thayyib
Kholifah
Banah
Kholifah
Durojak
Tapsir
Aliarjo
Kartosuar
Dul Kamar
Darmi Sujak
Durojak
Maryami
Maryati
Lembot
Ahmadun
Tapsir
Sumuk
Jambari
Mudrikah
Abu Yahman
Salamah
Amyah
Sumyati
Aliarjo
Rujian
Zaini
Kartosuar
Umi Sarah
Palilah
Dulahhairi
Alfiyah
Mubati
Singat
Banah
Dolah Satari
Dirjo
Daftar Narasumber
1.Bapak Ky. Hayatudin, Kalibening
Penelusur Sejarah
Tim Al-Ishlah '1440 Ponpes Tanbiihul Ghoofiliin Sambek
0 Comments