THE HISTORY OF ORGANIZATION RIFAIYAH
IN KENDAL
Penyebaran
ajaran Syaikh Ahmad Rifa’i di Kabupaten Kendal dilakukan oleh murid-murid
beliau, antara lain :
1.
Kyai Abdul Qohar dari Mbekingking Arjosari Cepiring (generasi pertama/ abad
ke-19)
2.
Kyai M. Tubo dari Purwosari Patebon Kendal (generasi pertama/abad ke-19)
3.
Kyai Mukhsin dari Cepokomulyo Gemuh Kendal (generasi pertama/ abad ke-19)
4.
Kyai Idris dari Purwosari Patebon Kendal (generasi kedua/1920-an)
5.
KH. Ahmad Badri dari Purwosari Patebon Kendal (generasi kedua/ 1920-an)
6.
Kyai
Bajuri dari Kretegan Rowosari Kendal (generasi ketiga/ 1950-an)
7.
KH.
Ridwan dari Purwosari Patebon Kendal (generasi keempat/ 1980-an)
8.
KH.
Ali Munawir dari Tanjunganom Kendal (generasi kelima/1990an) dan masih banyak
yang lainya.
Metode
pengajaran ini menggunakan kitab-kitab yang dialihbahasakan oleh Syaikh Ahmad
Rifa’i dari Bahasa Arab ke Bahasa Jawa atau yang lazim dinamakan Tarajumah.
Maksud dari pengalihbahasaan itu (Tarajumah) agar ajaran yang disampaikan mudah
di pelajari oleh orang-orang awam yang kurang memahami kitab-kitab berbahasa
Arab atau biasa disebut “kitab kuning”.
Semasa
hidupnya, Syaikh Ahmad Rifa’i telah mengarang 53 buah kitab. Nama-nama kitab
tersebut ditulis dalam daftar kitab yang disusun oleh Kyai Ahmad Nasihun bin
Abu Hasan, yang meninggal pada 5 Mei 1969/ 29 Robi’ul awal 1389 H di Paesan
Tengah, Kedungwuni, Pekalongan. Susunan itu pernah dimuat dalam naskah sambutan
ketua pembangunan gedung perpustakaan Annasihun yang di bacakan pada 14 Maret
1987 atau 14 Rajab 1407 H. Perpustakaan Annasihun yang berdiri di Paesan Utara,
Kedungwuni, Pekalongan ini merupakan perpustakaan organisasi Rifa’iyah yang
menyimpan kitab-kitab tarajumah karya Syaikh Ahmad Rifa’i .
Salah satu dari puluhan kitab yang dikarang Syaikh Ahmad Rifa’i menjelaskan tentang Rukun Islam adalah satu.[7] Kitab yang dikarang beliau cukup ketat karena didalam kitab ini berisi larangan bagi orang-orang wanita supaya tidak membuka auratnya di tempat umum seperti membuka kerudung saat bepergian, melarang laki-laki dan perempuan berada dalam satu tempat. Tentang masalah ini, seorang pengurus daerah Rifa’yah menjelaskan :
“Salah satu kelemahan orang-orang Rifa’iyah pada sa’at sekarang yaitu tidak mau memakai kerudung pada saat berpergian, inilah yang membuat beliau cemas bagaimana Rifa’iyah yang akan datang? Padahal memakai kerudung ini adalah salah satu ciri perbedaan antara orang-orang Rifa’iyah dengan orang non Rifa’iyah” (Wawancara dengan Bapak Ali Sibron di Desa Bantaran, Rowosari, Kendal, 28 Mei 2009).
Tetapi kata beliau, Organisasi Rifa’iyah yang ada di Kecamatan Rowosari masih terbilang bagus. Alasannya adalah kegiatan yang dilakukan oleh organisasi yang ada di situ berjalan lancar, seperti pengajian selapanan[8] dan pengajian yang dilakukan oleh para orang tua setelah sholat Maghrib. Bapak Ali Sibron juga menegaskan bahwa para pemuda Rifa’iyah yang tergabung dalam organisasi-organisasi seperti IRMAS, AMRI, UMRI, dan lain-lain, kemudian yang ada di Desa bantaran terus melakukan berbagai aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.
0 Comments